BAREMPALA -Pantai
Tabanio merupakan salah satu pantai yang memiliki pesona keindahan alam, yang
tak kalah dengan pantai-pantai wisata lainnya. Namun sayang, pantai ini seakan
terlupakan, kenapa?
Dari
Kota Banjarbaru, perjalanan ke Pantai Tabanio memakan waktu satu jam setengah
dengan jarak tempuh 63 km. Kondisi jalan
sedikit naik turun, ditambah jebakan lubang yang bertebaran secara acak. Birunya
langit, hijaunya sawah-sawah, menjadi santapan pandangan mata sepanjang
perjalanan. Sesekali hewan ternak sapi terlihat asik diantara tingginya rumput.
Tabanio
merupakan desa kecil di Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Desa ini
terletak pada garis khatulistiwa 114,603 – 114,697 Bujur Timur dan 3,72207 –
3,99539 Lintang Selatan.
Apabila
dipantau dari peta besar Provinsi Kalimantan Selatan, desa ini nyaris tidak
tampak dan lenyap, padahal desa ini dilewati apabila kita menuju Pantai Takisung.
Desa
Tabanio menjadi bukti berdarah dalam perang perebutan takhta kekuasaan Kesultanan
Banjar, yang pada akhirnya Belanda mengambil kesempatan memasuki wilayah tersebut.
Sampai sekarang, peninggalan sejarah itu masih terlihat dari sisa-sisa benteng
pertahanan Belanda.
Desa
Tabanio saat ini dihuni sekitar 850 keluarga, 70% yang didominasi nelayan
sebagai mata pencaharian sebagai nelayan tradisional. Mereka mulai melaut sejak
20 tahun yang lalu. Sebagian adalah generasi kedua atau ketiga yang mewarisi
pekerjaan ayah atau kakeknya, tetapi sebagian lainnya adalah nelayan generasi
pertama yang tetap bertahan meski usia sudah tidak muda lagi.
Sebelum
memasuki Pantai Tabanio, kapal-kapal tradisional yang cukup besar, tersusun
rapi di anak Sungai Tabanio. Selain itu, ikan kering yang dijemur di halaman rumah
juga tampak menarik perhatian.
“Harga
satu kilo iwak karing (ikan kering) tenggiri Rp 60.000.” begitu menurut
penuturan Anisa, salah satu penduduk setempat.
Di
sela-sela perbincangan sayup-sayup terdengar suara ombak, menikmati matahari senja di pantai yang memang
berbatasan langsung dengan Desa Tabanio cukup mengasyikkan.
“Jarang
sekali ada orang yang datang ke sini. Kalau toh ada paling-paling hanya di hari
libur, itu pun jumlahnya sedikit,” ujar warga yang kebetulan sedang asik memungut
jemuran ikan kering di pantai.
Hamparan
pasir tempat berdiri yang dihiasi pepohonan rindang, membuat rasa lelah selama perjalan
terbayar sudah. Hanya saja sayangnya, pantai tampak kotor. Sampah dan
ranting-ranting pohon berserakan. Beruntung, indahnya matahari yang perlahan
membenamkan diri di ufuk barat, seolah persoalan kotornya pantai terlupakan.
Gelombang
air laut yang berulang-ulang semakin mendekat dengan desa, berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya. Ternyata pengaruh abrasi pantai cukup signifikan. Matahari
mulai bersembunyi di balik garis laut dan tenggelam dengan indah
Posting Komentar